Ditemukan Adanya Tindak Pidana, Ahli Hukum Sepakat Kasus Harus Naik Tahap Penyidikan

oleh -104 Dilihat
Ahli hukum Fakultas Hukum Unsrat, Dr Michael Barama SH MH dan Eugenius Paransi SH MH.

MANADO – Rekomendasi Kompolnas untuk segera melakukan gelar perkara terkait Laporan Polisi Nomor LP/B/477/X/2020/SPKT tertanggal 19 Oktober 2020 tentang laporan penyerobotan tanah milik Ny Nancy Howan yang dilakukan oleh MT (pemilik bangunan eks RM Dego-dego), yang terletak di Jalan Wakeke, Kelurahan Wenang Utara, Kecamatan Wenang, Kota Manado, akhirnya dilaksanakan, Kamis (17/11/2022) siang, serta diawasi dan dipantau langsung oleh Wakapolda Sulut Brigjen Pol Johnny Eddizon Isir.

Gelar perkara kembali ini dilaksanakan berdasarkan permintaan dari Itwasda Polda Sulut terkait Dumas Presisi yang dilakukan oleh Clift Pitoy selaku kuasa hukum dari Pelapor Nancy Howan dkk.

Sejumlah saksi ahli dihadirkan dalam gelar perkara kembali ini, baik saksi ahli hukum, ahli bangunan, dan pertanahan, yakni Dr Michael Barama SH MH sebagai saksi ahli hukum dari Fakultas Hukum Unsrat, Lucky Kessek ST, sebagai saksi ahli bangunan, serta Kepala Seksi Pengendalian dan Penanganan Sengketa Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Manado, Nensi Runturambi, sebagai saksi ahli pertanahan.

Salah satu peserta gelar perkara, Dr Michael Barama SH MH sebagai saksi ahli hukum, dalam pendapat hukumnya mengatakan kalau perkara ini sudah memenuhi Pasal 167 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) dan telah terjadi tindak pidana dalam kasus tersebut.

 “Saya sejak awal sudah pernah dipanggil untuk memberikan keterangan di kepolisian dalam hal ini Polresta Manado. Waktu itu saya katakan bahwa Pasal 167 KUHP sudah terpenuhi dan perlu dilanjutkan ke tahap penyidikan. Perkara ini sudah sangat lama, sehingga saya katakan masakan perkara Pasal 167 di kepolisian harus lama diselesaikan,” ujar Barama.

Selain Pasal 167 KUHP lanjutnya, peraturan yang mengatur tentang penggunaan ruang bawah tanah juga disebutkan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021.

“Pada PP Nomor 18 tahun 2021, disebutkan dalam Pasal 74 ayat 1 huruf b yaitu: batas kedalaman yang diatur dalam rencana tata ruang atau sampai dengan kedalaman 30 (tiga puluh) meter dari permukaan tanah dalam hal belum diatur dalam rencana tata ruang. Dalam Peraturan Pemerintah itu diatur bahwa sampai kedalaman 30 meter hak untuk menguasai itu kepada pemilik sertifikat, jadi jelas,” kata Barama.

Terkait hasil dari gelar perkara pertama pada bulan Juli 2022 yang dituangkan dalam surat Pemberitahuan Perkembangan Penanganan Dumas (SP3D), yang memberikan rekomendasi untuk dilakukannya Restorative Justice (RJ) atau kasus diteruskan ke tahap penyidikan, Barama pun memberikan pendapat/saran hukumnya.

“RJ tidak tercapai atau terlaksana. Jadi, kasus ini sudah seharusnya ditingkatkan ke tahap penyidikan. Hal ini kan sesuai dengan rekomendasi SP3D. Apalagi sudah jelas ada pelanggaran pidana di situ,” tegas Dosen Senior Fakultas Hukum Unsrat ini.

Hal senada juga disampaikan oleh Saksi Ahli Hukum Unsrat, Eugenius Paransi SH MH dalam pendapat hukumnya terkait “Kasus Dego-dego.”

“ Kasus ini mengacu pada Pasal 167 KUHP yang mengatur mengenai larangan memakai tanah tanpa izin yang berhak atau suruhannya yang sah. Memakai tanah dalam hal ini adalah menduduki, mengerjakan dan/atau mengenai sebidang tanah atau mempunyai tanaman atau bangunan diatasnya, dengan tidak dipersoalkan apakah bangunan itu dipergunakan sendiri atau tidak. Memakai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah adalah perbuatan yang dilarang dan diancam hukuman pidana kurungan dan/atau denda. Pidana ini juga berlaku bagi orang yang memberi bantuan dengan cara apapun juga untuk melakukan perbuatan memakai tanah tanpa izin pihak yang berhak atas tanah tersebut. Oleh karena itu, kepala desa yang memberikan bantuan dalam penyerobotan tanah (pendudukan tanah oleh orang lain) dapat dipidana juga,” ujar Paransi.

Alternatif kedua lanjutnya, adalah Pasal 385 ke-4 KUHP. Kejahatan yang diatur dalam Pasal 385 ini adalah kejahatan yang disebut dengan kejahatan “stellionnaat” yang berarti penggelapan hak atas barang-barang yang tidak bergerak (onroerende goedcren), misalnya tanah, sawah, gedung, rumah dan lain-lain.

“Jadi, kesimpulannya berdasarkan dasar-dasar hukum yang dipadukan dengan fakta dan bukti yang ada, maka peristiwa hukum terhadap “Kasus Dego-Dego” telah memenuhi unsur delik atau tindak pidana,” tegas Paransi.

Untuk diketahui, gelar perkara ini dipimpin Wadireskirum Polda Sulut AKBP Bambang Ashari Gatot, dan dihadiri peserta yakni Kabag Wassidik Ditreskrimum Polda Sulut AKBP Serfie Bokko, Kompol Darmanto, Kompol Wayan, AKBP Benny Ansiga, AKBP Farly Rewur, AKBP Sjanette Katoppo, AKP James Mamengko.

Hadir pula Kasat Reskrim Polresta Manado Kompol Sugeng Wahyudi Santoso, Iptu Budi Sialoho, Aiptu Fanny Takumansang, Para Pelapor, Terlapor, Aswin Kasim selaku Kuasa Hukum Terlapor, Clift Pitoy selaku Kuasa Hukum Pelapor.

Usai gelar perkara, Clift Pitoy selaku Kuasa Hukum Pelapor yang dimintai keterangan mengatakan bahwa gelar perkara kali ini berkaitan dengan tindakan penyidik yang dinilai telah lalai dalam melaksanakan tugas, karena tidak mengikuti perintah pimpinan gelar yang dituangkan dalam Pemberitahuan Perkembangan Penanganan Dumas (SP3D) bulan Juli 2022.

 “Hal mana tidak akan merubah hasil gelar yang sudah pernah dilaksanakan pada Juli 2022 yaitu perkaranya harus ditingkatkan ke tahap penyidikan. Semua hasil penyelidikan perkara secara jelas termuat dalam surat SP3D sehingga gelar perkara hari ini tidak akan merubah keputusan para peserta gelar bulan Juli 2022,” ucap Clift.

(Budi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.