MANADO-Salah satu Tokoh Milenial Papua asal Kabupaten Teluk Bintuni, Franz De Musa, mengajak AMP (Aliansi Mahasiswa Papua) Sulut agar dapat menjadi Agent of Change (Pembawa Perubahan), Social Control (Pengontrol Sosial) dan Iron Stock (Calon Pemimpin) Papua di masa mendatang.
Saat ini pemerintah telah membuka peluang sebesar-besarnya kepada putra-putri Papua untuk berkarya dan berkarir di mana saja, hanya yang terjadi kesempatan yang diberikan itu tidak dipergunakan sebaik mungkin, sehingga terkesan sebaliknya.
Seharusnya, kesempatan ataupun peluang yang diberikan itu bisa dimanfaatkan dengan maksimal karena para orang tua ataupun pendahulu telah memilih dan berjuang agar nantinya anak cucu mereka bisa lebih baik dari mereka dan memiliki kehidupan yang mapan dan sejahtera.
Kita ini, selalu beralasan bahwa tidak diperhatikan oleh pemerintah tetapi sebenarnya pemerintah telah memberikan banyak sekali peluang namun kita sendiri yang tidak memanfaatkan waktu dengan tidak bekerja keras.
Kita bisa seperti ini karena perjuangan para pendahulu kita. Jadi, jangan ada yang ingkar janji mengatakan bahwa ini atau itu dan sebagainya karena ada orang-orang tua, ada tete nenek moyang kita, ada keturunan kita yang membuka ruang-ruang kehidupan bangsa ini. Demikian juga di tanah Papua ini, peradaban itu sudah dibuka, syukuri semuanya.
Dewasa ini persaingan global dengan memanfaatkan kemajuan teknologi tidak bisa dibendung lagi tetapi bisa disikapi dengan mempelajari dan menggunakan dengan baik dan bijak, bahkan ada yang bisa mendapatkan income dari kemajuan teknologi tersebut.
Tidak boleh banyak menuntut tetapi kita harus memanfaatkan apa yang bisa kita laksanakan. Tadi saya, sudah menyinggung bahwa tanah ini adalah surga kecil yang jatuh ke bumi dan semuanya, sehingga bagaimana kita yang harus bisa memanfaatkan peluang ini.
Dengan alasan tersebut kiranya seluruh Mahasiswa Papua yang sedang melaksanakan Study di Sulut agar belajarlah dengan baik serta fokus untuk membangung kesejahteraan diri sendiri, keluarga bahkan lebih khusus bisa membangun Tanah Papua.
Peribahasa ‘Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung tinggi’, memiliki makna intrinsik berisi pesan tersirat, nasihat, ataupun prinsip hidup masyarakat Indonesia.
Peribahasa ini mengandung makna bahwa seseorang sudah sepatutnya mengikuti atau menghormati adat istiadat yang berlaku di tempat ia hidup atau tinggal.
“Jadi sudah selayaknya kita Mahasiswa Papua yang study di Sulut wajib menghormati adat istiadat yang ada seperti kita menghormati adat istiadat yang ada di tanah Papua,” pungkas De Musa.
(vhp)