Upacara Bendera Peringatan ke-111 Tahun Hari Kebangkitan Nasional di Kabupaten Minahasa

oleh -118 Dilihat
Wabup Minahasa Robby Dondokambey menjadi Irup pada peringatan HARKITNAS ke-111 di Kabupaten Minahasa.

MINAHAS- Upacara Bendera Peringatan ke-111 Tahun Hari Kebangkitan Nasional di Kabupaten Minahasa, Senin (20/5/ 2019) di halaman Kantor Bupati Minahasa. Dihadiri Wakil Bupati Minahasa Robby Dondokambey, SSi selaku Inspektur Upacara, Wakil ketua TP-PKK Kabupaten Minahasa Martina Dondokambey-Lengkong, Sekretaris Daerah Kabupaten Minahasa Jeffry R. Korengkeng, SH, MSi, Ketua DPRD Kabupaten Minahasa James Rawung, SH, Dandim 1302 Minahasa Letkol inf. Slamet Raharjo, S.Sos, M.Si, Jajaran Pemerintah Kabupaten Minahasa, Para Veteran, Unsur Kepemudaan dan seluruh ASN.

Sambutan Menteri Komunikasi dan Informatika RI pada Peringatan Hari Kebangkitan Nasional ke-111 yang di sampaikan Wakil Bupati Minahasa Robby Dondokambey, S.Si

Saudari-saudara seluruh rakyat Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote, yang saya hormati.
Dalam naskah Sumpah Palapa yang ditemukan pada Kitab Pararaton tertulis: Sira
Gajah Madapatih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada: “Lamun
huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tañjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana
isun amukti palapa”.

Memang ada banyak versi tafsiran atas teks tersebut, terutama tentang apa yang
dimaksud dengan “amukti palapa”. Namun meski sampai saat ini masih belum diperoleh pengetahuan yang pasti, umumnya para ahli sepakat bahwa amukti palapa berarti
sesuatu yang berkaitan dengan kesenangan diri sang Mahapatih Gajah Mada. Artinya, ia
tak akan menghentikan mati raga atau puasanya sebelum mempersatukan Nusantara.
Sumpah Palapa tersebut merupakan embrio paling kuat bagi janin persatuan
Indonesia.

Wilayah Nusantara yang disatukan oleh Gajah Mada telah menjadi acuan bagi
perjuangan berat para pahlawan nasional kita untuk mengikat wilayah Indonesia seperti yang secara de jure terwujud dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia saat ini.
Peringatan Hari Kebangkitan Nasional yang ke-111, 20 Mei 2019, kali ini sangat relevan jika dimaknai dengan teks Sumpah Palapa tersebut. Kita berada dalam situasi
pasca-pesta demokrasi yang menguras energi dan emosi sebagian besar masyarakat kita.
Kita mengaspirasikan pilihan yang berbeda-beda dalam pemilu, namun semua pilihan
pasti kita niatkan untuk kebaikan bangsa.

Oleh sebab itu tak ada maslahatnya jika dipertajam dan justru mengoyak persatuan sosial kita.
Alhamdulillah, sampai sekarang ini tahap-tahap pemilihan presiden dan wakil
presiden serta anggota legislatif berlangsung dengan lancar. Kelancaran ini juga berkat
pengorbanan banyak saudara-saudara kita yang menjadi anggota kelompok
penyelenggara pemungutan suara, bahkan berupa pengorbanan nyawa. Sungguh mulia perjuangan mereka untuk menjaga kelancaran dan kejujuran proses pemilu ini. Sambil
mengirim doa bagi ketenangan jiwa para pahlawan demokrasi tersebut, alangkah eloknya
jika kita wujudkan ucapan terima kasih atas pengorbanan mereka dengan bersama-sama menunggu secara tertib ketetapan penghitungan suara resmi yang akan diumumkan oleh
lembaga yang ditunjuk oleh undang-undang, dalam waktu yang tidak lama lagi.

Saudari-saudara sebangsa dan setanah-air, telah lebih satu abad kita menorehkan catatan penghormatan dan penghargaan atas kemajemukan bangsa yang ditandai dengan berdirinya organisasi Boedi Oetomo. Dalam kondisi kemajemukan bahasa, suku, agama, kebudayaan, ditingkah bentang geografis yang merupakan salah satu yang paling ekstrem di dunia, kita membuktikan bahwa mampu menjaga persatuan sampai detik ini. Oleh sebab itu, tak diragukan lagi bahwa kita pasti akan mampu segera kembali bersatu dari kerenggangan perbedaan pendapat,
dari keterbelahan sosial, dengan memikirkan kepentingan yang lebih luas bagi anak cucu bangsa ini, yaitu persatuan Indonesia.

Apalagi peringatan Hari Kebangkitan Nasional kali ini juga dilangsungkan dalam
suasana bulan Ramadan. Bagi umat muslim, bulan suci ini menuntun kita untuk mengejar pahala dengan meninggalkan perbuatan-perbuatan yang dibenci Allah SWT seperti permusuhan dan kebencian, apalagi penyebaran kebohongan dan fitnah. Hingga pada akhirnya, pada ujung bulan Ramadan nanti, kita bisa seperti Mahapatih Gadjah Mada, mengakhiri puasa dengan hati dan lingkungan yang bersih berkat hubungan yang kembali fitri dengan saudara-saudara di sekitar kita.
Dengan semua harapan tersebut, kiranya sangat relevan apabila peringatan Hari Kebangkitan Nasional, disematkan tema “Bangkit Untuk Bersatu”. Kebangkitan untuk Persatuan.

Saudari-saudara sebangsa dan setanah-air,
Bangsa ini adalah bangsa yang besar. Yang telah mampu terus menghidupi semangat persatuannya selama berabad-abad. Kuncinya ada dalam dwilingga salin suara berikut ini: gotong-royong.
Ketika diminta merumuskan dasar negara Indonesia dalam pidato di hadapan
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, Bung Karno, menawarkan Pancasila yang berintikan lima asas. Namun Bapak Proklamator Republik
Indonesia tersebut juga memberikan pandangan bahwa jika nilai-nilai Pancasila tersebut
diperas ke dalam tiga sila, bahkan satu “sila” tunggal, maka yang menjadi intinya inti, core of the core, adalah gotong-royong.
Menurut Bung Karno: “Jika kuperas yang lima ini menjadi satu, maka dapatlah aku
satu perkataan yang tulen, yaitu perkataan gotong royong. Gotong-royong adalah pembantingan-tulang bersama, pemerasan-keringat bersama, perjoangan bantu-binantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagiaan
semua.

Ho-lopis-kuntul-baris buat kepentingan bersama! Itulah Gotong Royong!”
Yel-yel “holopis-kuntul baris” adalah aba-aba nenek moyang kita di tanah Jawa,
digunakan sebagai paduan suara untuk memberi semangat ketika mengerjakan tugas
berat yang hanya bisa dikerjakan secara bergotong-royong, bersama-sama. Yel-yel ini
disorakkan ketika kita membutuhkan gerak yang seirama, agar tujuan kita satu semata, bagaikan barisan burung bangau yang sedang terbang berbaris di angkasa.
Bukan hanya di tanah Jawa, semangat persatuan dan gotong-royong telah mengakar dan menyebar di seluruh Nusantara. Ini dibuktikan dengan berbagai ungkapan
tentang kearifan mengutamakan persatuan yang terdapat di seluruh suku, adat, dan
budaya yang ada di Indonesia.

Sebagaimana diserukan oleh Bapak Presiden Joko Widodo pada pidato di Depan
Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2018 lalu, dari tanah Minang kita diimbau dengan petuah ‘Barek samo dipikua, ringan samo
dijinjiang’ . Kita juga diwarisi pepatah Sunda yang berbunyi ‘Sacangreud pageuh, sagolek
pangkek’. Dari Bumi Anging Mamiri, kita bersama-sama belajar ‘Reso temma-ngingi,
nama-lomo, nale-tei, pammase dewata’. Dari Bumi Gora, kita diminta: ‘Bareng bejukung,
bareng bebose’. Dari Banua Banjar kita bersama-sama menjunjung ‘Waja sampai
kaputing’. Semua menganjurkan bekerja secara gotong-royong.

Saudari-saudara sebangsa dan setanah-air,
Meski kita gali dari kearifan nenek-moyang kita yang telah dipupuk selama berabad-abad,
namun sejatinya jiwa gotong-royong bukanlah semangat yang sudah renta. Sampai kapan pun semangat ini akan senantiasa relevan, bahkan semakin mendesak sebagai sebuah tuntutan zaman yang sarat dengan berbagai perubahan.
Dengan bertumpu pada kekuatan jumlah sumber daya manusia dan populasi
pasar, Indonesia diproyeksikan akan segera menjemput harkat dan martabat baru dalam
aras ekonomi dunia. Bersama negara-negara besar lainnya seperti Tiongkok, Amerika Serikat, India, ekonomi Indonesia akan tumbuh menjadi sepuluh besar, bahkan lima besar dunia, dalam 10 sampai 30 tahun mendatang. Kuncinya terletak pada hasrat kita
untuk tetap menjaga momentum dan iklim yang tenang untuk bekerja. Kita harus jaga agar suasana selalu kondusif penuh harmoni dan persatuan.

Akhir kata, saya haturkan selamat memperingati Hari Kebangkitan Nasional yang
keseratus sebelas, seraya mengajak agar kita semua sebagai sesama anak bangsa secara sadar memaknai peringatan kali ini dengan memperbarui semangat gotong-royong dan kolaborasi, sebagai warisan kearifan lokal yang akan membawa kita menuju kejayaan di
pentas global.

Kemudian acara di lanjutkan dengan Ziarah di Makam pahlawan Dr. Sam Ratulangi Tondano.

No More Posts Available.

No more pages to load.