Kasus Pemerkosaan Mahasiswi UGM akan Dipolisikan

oleh -103 Dilihat
Ilustrasi pemerkosaan.(foto: Istockphoto/Somkku)

JAKARTA — Kepala Bagian Humas dan Protokol Universitas Gadjah Mada (UGM) Iva Ariani mengatakan pihaknya akan melaporkan kasus dugaan perkosaan seorang mahasiswi UGM saat Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Maluku, 2017, ke kepolisian. Soal sanksi kepada terduga pelaku yang merupakan rekan korban, pihaknya akan menanti hasil penyidikan.

“Memang kita akan membawa persoalan ini ke ranah hukum agar siapapun yang menjadi korban bisa mendapatkan keadilan yang diharapkan,” ujar dia, dikutip CNNIndonesia.com, Rabu (7/11).

Hal itu dikatakannya terkait dengan tulisan yang diterbitkan oleh Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa (BPPM) Balairung yang diterbitkan pada 5 November dengan judul ‘Nalar Pincang UGM atas Kasus Perkosaan’. Disebutkan bahwa pelaku HS sedang dalam proses kelulusan dan pihak UGM tak menjalankan rekomendasi tim investigasi internal kasus itu.

Menurut tulisan BPPM Balairung, kasus tersebut terjadi pada KKN di Pulau Seram, Maluku, Juni 2017. Ketika itu, korban A disebut mengalami kekerasan seksual dari rekannya sesama mahasiswa UGM, HS, saat menginap di rumah yang sama.

A melaporkannya ke pihak universitas yang kemudian ditindaklanjuti dengan pembentukan tim investigasi. Tim ini lantas mengeluarkan rekomendasi berupa, di antaranya, kewajiban konseling 2-6 bulan kepada HS dan surat permohonan maaf yang ditandatangani orang tuanya.

Padahal, dalam Peraturan Rektor UGM No. 711/P/SK/HT/2013 tentang Tata Perilaku Mahasiwa UGM disebutkan bahwa mahasiswa yang melakukan perbuatan asusila dikenai sanksi sedang sampai berat.

Sanksi sedang di antaranya berupa surat peringatan I-II, pembatalan nilai mata kuliah, skorsing selama 1-2 semester. Sementara, sanksi berat berupa diberhentikan secara tidak hormat sebagai mahasiswa.

Iva menyatakan pihaknya akan memberikan sanksi sambil melihat perkembangan dalam proses penyidikan kelak. Selain itu, ia menyebut UGM sudah menjalankan sebagaian besar rekomendasi tim.

“Semua itu akan dibuktikan jika sudah melewati proses penyidikan yang lebih tepat, nanti UGM mengikuti hasil penyidikan tersebut,” ucap dia.

“Rekomendasi itu sebagian besar sudah dijalankan, yang sekarang ini sedang proses di jalan. Tapi sebagian besar sudah dilakukan,” Iva menambahkan.

Saat ditanyai soal proses wisuda pelaku, Iva mengatakan pelaku belum bisa diwisuda karena terkait sanksi yang sedang dijalankan.

“Pelaku belum bisa ikut wisuda. Karena masih menjalani beberapa rangkaian proses yang direkomendasikan oleh tim,” ujarnya.

Kasus perkosaan mahasiswi UGM tak langsung dibawa ke kepolisian karena pihak korban disebut meminta pihak universitas menyelesaikannya lebih dulu lewat investigasi tim independen demi mendapatkan keadilan.

“Awalnya sudah ditawarkan oleh UGM, ini agar dibawa ke jalur hukum. Tetapi atas diskusi tim yang ada korban juga di dalamnya dan pihak lain juga, katanya minta jangan ada dulu dibawa ke ranah hukum,” kata Iva.

“Karena diharapkan supaya ada penyelesaian yang adil di UGM,” imbuhnya.

Sementara itu, dari pihak korban sendiri belum dapat dikonfirmasi lebih lanjut terkait kasus tersebut.

Berdasarkan modul ’15 Bentuk Kekerasan Seksual’ Komnas Perempuan, perkosaan merupakan “serangan dalam bentuk pemaksaan hubungan seksual dengan memakai penis ke arah vagina, anus atau mulut korban. Bisa juga menggunakan jari tangan atau benda-benda lainnya. Serangan dilakukan dengan kekerasan, ancaman kekerasan, penahanan, tekanan psikologis, penyalahgunaan kekuasaan, atau dengan mengambil kesempatan dari lingkungan yang penuh paksaan”.

(sumber: CNNIndonesia.com)

No More Posts Available.

No more pages to load.