MANADO- Retribusi Tower yang merupakan salah satu penghasil Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Manado, hampir dua tahun terakhir ini tak bisa ditarik retribusinya.
Pasalnya, Peraturan Daerah (Perda) yang menjadi ‘senjata’ untuk meraih PAD, teramputasi dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 46/PUU-XI/2014 yang menghapus Penjelasan Pasal 124 UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) terkait tarif retribusi pengendalian menara telekomunikasi (Tower) yang perhitungan biaya penarikan retribusinya yakni, maksimal 2 persen dari nilai jual objek pajak (NJOP).
Tak sampai disitu juga, Gubernur Sulawesi Utara (Sulut) Olly Dondokambey SE, berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pasal 251 ayat 2 (Gubernur harus membatalkan Perda yang bertentangan dengan aturan yang diatasnya), mengeluarkan keputusan Pembatalan beberapa Perda Kabupaten/Kota tersebut, berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 132 Tahun 2016 tentang pembatalan beberapa Peraturan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sulut, tanggal 4 Mei 2016 lalu.
Dengan adanya rangkaian keputusan tersebut, maka Peraturan Daerah (Perda) Manado No 3 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum dibatalkan 21 pasal, diantaranya yang mengatur Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi. Praktis sejak saat itu dan sampai dengan hari ini, PAD Manado yang berasal dari Retribusi Tower “menguap”.
Hal ini sangatlah disayangkan karena melihat potensi PAD yang belum bisa dimaksimalkan karena terbentur dengan aturan aturan yang belum ada. Apalagi dengan geliat pembangunan infrastruktur di Kota Manado yang begitu cepat dan membutuhkan dana yang lumayan besar.
Pemerintah Kota (Pemkot) Manado dan Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Manado seharusnya dengan sigap menyikapi permasalahan tersebut. Potensi PAD dari sektor Pengelolaan Tower, nilainya mungkin tak sebanding dengan potensi penarikan PAD dari sektor lain, seperti misalnya Retribusi Rumah Makan atau Retribusi iklan. Akan tetapi, sekecil apapun potensi PAD untuk Kota Manado, tetaplah menjadi pemasukan bagi Pemkot Manado.
Berkaca pada Kota Pekanbaru, yang dengan sigap merevisi Perda Retribusi Tower-nya setelah putusan MK tersebut. Di tahun 2017 ini, di Kota Pekanbaru terdata ada sebanyak 600 an tower dengan target potensi PAD-nya mencapai 3 milyar per tahun. Dan masih ada beberapa kota di Indonesia yang akan menyusul penerapan Perda Retibusi Tower-nya, karena telah selesai di undangkan.
Dinas Informatika dan Komunikasi (Diakominfo) Kota Manado melalui Kepala Dinas (Kadis) Kominfo, Erwin Kontu SH mengakui akan kesulitan Diskominfo dalam menerapkan kebijakan in tanpa didasari dengan aturan hukum yang bisa memayungi gerak Diskominfo dalam meraup PAD dari sektor pengawasan Tower.
” Sampai saat ini sejak dibatalkan 14 pasal dari Perda Manado No 3 Tahun 2011, praktis Diakominfo Manado tak punya payung hukum dalam menarik retribusi Tower. Kami tak bisa mengambil tindakan berlebihan, hanya sampai di menyarankan saja,” ujar Kontu.
Sementara itu di Kota Manado, data terkini yang diperoleh dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Dinas PM PTSP) Kota Manado dan Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kota Manado, terdapat sebanyak 320 menara Telekomunikasi (Tower) yang berdiri di Kota Manado. Itu terdiri atas, 169 menara yang terdata di PM PTSP (berijin) dan 151 menara yang belum mengurus ijin (data Diskominfo, April 2017). Dan kita belum punya ‘senjata’ untuk memaksimalkan PAD dari sektor pengawasan Menara Tower. Bisa dihitung berapa potensi PAD yang menguap dari sektor ini?
(Budi/tim)